Beranda | Artikel
Faidah Hadits Abu Musa Al-Asyari Menjaga Pintu Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
Selasa, 9 Juni 2020

Bersama Pemateri :
Ustadz Mubarak Bamualim

Faidah Hadits Abu Musa Al-Asy’ari Menjaga Pintu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Riyadhus Shalihin Min Kalam Sayyid Al-Mursalin. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Mubarak Bamualim, Lc., M.H.I. pada Selasa, 17 Syawwal 1441 H / 9 Juni 2020 M.

Ceramah Agama Islam Tentang Faidah Hadits Abu Musa Al-Asy’ari Menjaga Pintu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam

Pembahasan kita yang terakhir masih pada hadits Abu Musa Al-Asy’ari Radhiyallahu ‘Anhu yang mana beliau pernah suatu hari bertekad untuk selalu berada bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Maka beliau pun berwudhu dari rumahnya, kemudian beliau menuju ke masjid Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bertanya kepada para sahabat yang ada di situ, kata mereka beliau sedang pergi ke suatu arah yang kemudian diikuti oleh Abu Musa Al-Asy’ari Radhiyallahu ‘Anhu lalu bertemu dengan Nabi ‘Alaihish Shalatu was Salam dan kemudian Abu Musa Al-Asy’ari berniat untuk menjadi seorang yang menjaga pintu kebun yang di sana Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sedang berada di dalam kebun dan di kebun itu ada sebuah sumur yang Abu Musa Al-Asy’ari menjaga pintu tersebut.

Ketika beliau sedang menjaga pintu, datanglah orang yang menggerakkan pintu. Ternyata Abu Bakar Ash-Shiddiq, kemudian Umar bin Khaththab lalu kemudian Utsman bin Affan sebagaimana pembahasan yang sudah disampaikan dalam hadits ini pada pertemuan yang terakhir.

Kemudian kita juga telah membahas sejumlah pelajaran yang diambil dari kisah tentang Abu Musa Al-Asy’ari yang beliau menjadi penjaga pintu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Yang mana pada dasarnya Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak pernah menjadikan seseorang sebagai penjaga pintu bagi beliau. Bahkan di rumah beliau pun demikian, tidak ada yang menjadi seorang penjaga pintu. Tetapi disini Abu Musa Al-Asy’ari yang bertekad untuk menjadi seorang yang menjaga pintu kebun yang di dalamnya ada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Jadi bukan Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang memerintahkannya, tapi beliau yang bertekad untuk pada hari itu menjadi penjaga pintu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Posisi kubur Nabi dan para sahabat

Kemudian pada hal yang disampaikan pula pada pertemuan yang lalu yaitu tentang posisi duduk Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang duduk di bibir sumur kemudian masukkan kedua kakinya dalam arti mengarahkan kedua kakinya ke dalam sumur dan sambil membuka betisnya. Kemudian ketika datang Abu Bakar Ash-Shiddiq, duduk di sebelah kanan beliau. Lalu datang Umar bin Khaththab duduk di sebelah kiri beliau. Kemudian datang Ustman bin Affan yang ketika beliau datang bibir sumur itu sudah penuh. Sehingga Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘Anhu mengambil posisi duduk di depan mereka bertiga.

Kemudian ditakwilkan oleh perawi hadits ini, kata beliau bahwasannya posisi duduk mereka yang mana Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam duduk berdampingan dan Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘Anhu, sementara Utsman bin Affan duduk di depan mereka bertiga. Ini ditakwilkan posisi kuburan mereka setelah mereka meninggal. Yang mana kuburan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan Abu Bakar Ash-Shiddiq beserta Umar bin Khattab itu di tempat yang sama, yaitu di samping Masjid Nabawi ketika itu. Sedangkan kuburan Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘Anhu adalah di Al-Baqi’, terpisah dari mereka bertiga.

Isti’dzan atau meminta izin kepada tuan rumah

Kemudian juga yang diambil dari hadits ini yaitu tentang adab-adab tentang meminta izin. Kita kalau ingin masuk ke rumah seseorang, itu ada adabnya. Yaitu isti’dzan (meminta izin kepada tuan rumah).

Kita melihat dalam kitsah ini bahwa seseorang yang akan masuk rumah seseorang dianjurkan bahkan diperintahkan untuk meminta izin kepada tuan rumah. Kalau tuan rumahnya mengizinkannya, maka dia masuk. Kalau tidak boleh, maka tidak boleh masuk.

Di zaman dahulu bahkan sampai sebelum terakhir-terakhir ini, seorang kalau akan minta izin kepada seseorang untuk masuk ke rumahnya, dengan mendatangi rumah itu kemudian mengucapkan salam kepada tuan rumah atau mengetuk pintu atau menekan bel yang ada di depan pintu rumah sehingga didengar oleh orang di dalam rumah. Dan ada adab-adabnya; mengucapkan salam, mengetuk pintu kemudian menunggu sejenak. Jangan langsung diikuti yang kedua. Kemudian apabila sudah di ketuk pintunya dan diucapan salam, jika pada jarak waktu tertentu belum ada tanda-tanda ada orang yang keluar membuka pintu, maka kita ucapkan lagi salam yang kedua kalinya dan mengetuk pintu. Ini sampai tiga kali. Kalau tiga kali kita mengetuk pintu dan mengucapkan salam ternyata tidak dibukakan pintunya, maka kita dianjurkan untuk pulang.

Kemudian juga posisi berdiri ketika kita mengetuk pintu atau ketika kita minta izin untuk masuk ke rumah seseorang, telah saya jelaskan pada pertemuan yang lalu yaitu posisi berdirinya tidak berhadapan langsung dengan pintu rumah, tapi di salah satu sisi dari pintu rumah itu. Ini agar pandangan mata ini kalau dibukakan pintu tidak langsung ke dalam rumah. Sehingga tidak terlihat yang di dalamnya. Ini juga di antara adab-adab yang disebutkan oleh para ulama ketika seorang minta izin.

Adapun dizaman kita sekarang ini dengan seiring perkembangan teknologi dan apa yang kita dapati, apabila kita akan datang, kita bisa dengan menelpon orang yang akan kita datangi atau mungkin mengirim surat kepadanya, tanyakan apakah anda adan di rumah, saya ingin berkunjung ke rumah anda, tentu kita lebih dipermudah. Dan ini bagian dari adab-adab untuk kita berkunjung, jangan langsung datang tanpa ada pemberitahuan. Sebab pemberitahuan sebelumnya bahwa kita akan datang ke rumah seseorang, ini manfaatnya banyak:

Pertama, kita mengetahui apakah saat yang kita akan datang kerumah orang itu orang tersebut ada di rumahnya atau tidak. Kalau ada dan dia mengizinkan, baru kita datangi. Tapi kadang-kadang orang itu tidak ada di rumahnya, dia sedang keluar. Maka ini bisa kita menunda kedatangan kita atau ziarah kita ke rumahnya.

Lain halnya apabila memang ada urusan yang betul-betul mendesak, ada perkara-perkara yang tidak bisa ditunda, maka seseorang walaupun dia tidak memberitahukan dia datang, itupun tidak mengapa. Karena memang kondisi yang mengharuskan dia harus datang tanpa pemberitahuan sebelumnya.

Menjaga pandangan mata

Kemudian juga diantara yang disampaikan bahwa adab-adab disyariatkannya kita meminta izin ketika masuk rumah seseorang adalah untuk menjaga pandangan mata.

إِنَّمَا جُعِلَ الاِسْتِئْذَانُ مِنْ أَجْلِ الْبَصَرِ

“Sesungguhnya disyariatkannya minta izin ini dalam rangka menjaga pandangan.”

Dan saya telah jelaskan secara panjang ketika pertemuan yang lalu tentang dampak dari pandangan mata yang tidak terkendali. Pandangan mata yang tidak menunduk ketika melihat yang haram, ketika melihat sesuatu yang dengannya seseorang bisa terfitnah. Dampaknya besar, terjadi apa yang terjadi di tengah masyarakat. Antara dua sahabat terjadi perpisahan, antara dua rumah tangga terjadi percekcokan dan yang lainnya. Dari hal-hal karena sebab tidak menjaga pandangan. Bahkan maksiat-maksiat yang terjadi juga salah satu sebab utama adalah karena tidak menjaga pandangan.

Keutamana tiga sahabat yang mulia

Keutamaan tiga sahabat yang mulia; Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khaththab dan Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘Anhum ‘Ajma’in. Ketika terjadi kejadian ini seakan-akan ini adalah isyarat dari Allah Subhanahu wa Ta’ala akan Khilafah mereka yang berturut-turut.

Setelah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq, kemudian Umar bin Khaththab, lalu setelahnya adalah Utsman bin Affan, lalu kemudian Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhum Ajma’in.

Keutamaan Abu Musa Al-Asy’ari

Hadits ini juga menjelaskan keutamaan Abu Musa Al-Asy’ari Radhiyallahu ‘Anhu yang beliau sangat mencintai Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan beliau juga berkhidmad kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Cinta kepada saudara

Kemudian ketika kita mengetahui dalam hadits ini tentang Abu Musa Al-Asy’ari yang dia ketika sedang duduk menjaga pintu, dia membayangkan saudaranya yang ditinggalkan di rumahnya dan berjanji akan mengikutinya. Abu Musa mengharapkan saudaranya yang menyusul beliau datang menemui Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Ini menunjukkan kecintaan seorang mukmin kepada saudaranya. Sehingga Abu Musa mengatakan dalam hadits ini:

إنْ يُرِدِ اللَّه بِفُلانٍ يُريدُ أَخَاهُ خَيْراً يأْتِ بِهِ

“Kalau Allah menghendaki kebaikan bagi fulan (yang dimaksud adalah saudaranya) pasti orang ini akan datang.”

Ini menunjukkan kecintaan seorang mukmin kepada saudaranya. Bagaimana supaya saudaranya selamat, bagaimana supaya saudaranya mendapat ridha Allah, bagaimana supaya saudaranya mendapat kebaikan. Ini sifat yang mulia, cinta karena Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kedudukan Hadits Ahad

Kemudian hadits ini juga menjelaskan bahwa  hadits ahad adalah hujjah baik dalam hukum maupun di dalam hal yang berkaitan dengan aqidah. Karena ada sebagian kelompok yang menolak hadits-hadits ahad dalam masalah aqidah, tapi kalau dalam masalah hukum mereka ambil. Dan ini telah dibantah oleh ulama-ulama kaum Muslimin, diantaranya Al-Imam Ibnu Qayyim Rahimahullahu Ta’ala dan yang lainnya. Mereka membantah tentang pendapat tersebut. Jadi hadits ahad itu dalam masalah aqidah kata mereka tidak bisa dijadikan suatu keyakinan, itu hanya dugaan. Ini hal-hal yang tidak benar.

Oleh karena itu dibantah oleh para ulama. Intinya adalah bahwa hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang shahih walaupun jalurnya hanya satu dan dia menyampaikan masalah aqidah, maka hadits tersebut adalah dalil yang digunakan sebagai hujjah. Dan ini yang berlaku pada zaman sahabat, tabi’in dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik.

Simak pada menit ke-16:48

Download MP3 Kajian Tentang Faidah Hadits Abu Musa Al-Asy’ari Menjaga Pintu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam

Download mp3 yang lain tentang Riyadhus Shalihin Min Kalam Sayyid Al-Mursalin di sini.


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/48537-faidah-hadits-abu-musa-al-asyari-menjaga-pintu-nabi-shallallahu-alaihi-wa-sallam/